[KBR|Warita Desa] Jakarta | Bisnis hiburan menjadi sektor awal yang tumbang di masa pandemi Covid-19. Kebijakan pembatasan sosial membuat berbagai acara keramaian dilarang. Tak kurang dari ratusan ribu pekerja seni tiba-tiba kehilangan pekerjaan karena seluruh agenda (event) dibatalkan.
Salah satunya adalah Gema Pamungkas, penyanyi asal Rembang, Jawa Tengah. Sebelum pagebluk melanda, Gema bersama grup musiknya, Kingsman dan mcbeat, sering berkeliling mengisi berbagai acara.
"Saya musisi kafe, musisi nikahan, pesta, sweet seventeen. Genre (musik) tergantung permintaan klien," kata Gema yang sudah menekuni pekerjaan sebagai penyanyi sejak lima tahun terakhir.
Namun, Gema seketika menganggur lantaran seluruh order 'manggung' dibatalkan karena wabah Corona.
"Klub saya tutup. Tidak ada salary bulanan, kafe pun juga nggak ada. Nikahan juga ada yang tunda, ada yang cancel. Dan itu sangat memengaruhi. Kita bukan hanya berkurang lagi, mungkin jadi nol rupiah. Nggak boleh ada hiburan kan di Indonesia," ujar pria yang berdomisili di Solo ini.
Pandemi praktis menggerus penghasilan Gema. Apalagi, ia hanya menggantungkan hidupnya dari menyanyi.
"(Dulu) sebulan, katakanlah kalau sepi ya 3-4 juta. Kalau pas rame bisa tembus 7 juta. Saya nggak ada penghasilan atau kerjaan lain," tutur dia.
Proses skripsinya pun ikut terbengkalai sejak kampus diliburkan. Mahasiswa Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) ini memutuskan balik kampung demi menghemat pengeluaran.
"Sekarang ada bimbingan online, sebenarnya nggak efektif. Kita susah berkomunikasi dengan dosen pembimbing, kita juga bingung," ungkapnya.
Gema pusing memikirkan siasat untuk bisa bertahan hidup. Ia mulai terpikir untuk menjual berbagai perlengkapan panggungnya.
"Kalau nyari kerjaan sampingan juga kita bingung. Let's say jualan atau apa. Itu juga gambling ya. Kita ada barang-barang yang mungkin nggak dipakai, kostum-kostum, sepatu atau alat musik. Biasanya untuk bertahan hidup ya kita mungkin jualin dulu aja," kata dia sambil tersenyum.
Gema pesimistis hari-hari suram ini bakal segera berakhir. Ia memilih menunggu sambil bersiap menghadapi segala kemungkinan.
"Musisi mungkin down banget. Bukan hanya di finansial, mungkin mental juga. Saya yakin semua ini pasti akan berubah. Dalam arti kebudayaan kita akan berubah. Belum tentu kita akan balik ke sebelum Covid. Kita nggak akan tahu," pungkasnya.
Nasib serupa dialami grup musik indie beraliran skajazz, Skastra. Adi Ahdiat, gitaris Skastra, menuturkan mereka harus merelakan seluruh agenda batal dalam sekejap.
"Masuk 2020, kita tadinya sempat ada rencana bikin tur ke Yogyakarta dan sekitarnya. Sudah ada beberapa bookingan untuk main di acara-acara. Tapi akhirnya semua dibatalkan karena Covid," tutur warga Depok, Jawa Barat ini.
Sebelum pandemi, Adi dan rekan-rekannya bisa mengantongi sekitar 2 juta rupiah saban bulan.
"Band ini kan ada 8 orang ditambah 4 tim produksi. Biasanya dalam satu kali main, kita bisa dapat sekitar 500-700 ribu per orang. Kalau ditotal sebulan, main seminggu sekali, tiap orang bisa dapat sekitar 2 juta," ujar Adi.
Beruntung, Adi masih bisa mengandalkan penghasilan dari bekerja di perusahaan media. Namun, ada beberapa rekannya yang terpaksa mencari kerja sampingan untuk bertahan hidup.
"Saya kebetulan di media dan biasa mengerjakan sampingan jadi editor buku. Beberapa personel lain, ada yang ngantor juga di luar nge-band. Tapi ada beberapa personel yang nggak punya kerjaan lain. Akhirnya sekarang mereka terpaksa cari uang dengan jual makanan," imbuhnya.
Adi ragu bencana Covid bakal usai dalam waktu dekat. Ia akan bertahan sembari berusaha tetap produktif selama pandemi.
"Karena memang covid diprediksi masih lama, jadi ya kita sih sabar-sabar saja. Sambil bikin lagu dan nyiapin produksi album selanjutnya lah," pungkas Adi.
Pemerintah berjanji bakal menggelontorkan insentif dan bantuan bagi pekerja seni terdampak Covid-19. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama mengatakan para pegiat seni bisa mendapatkan bantuan sosial dan mengak